Monday, June 22, 2015

Kajian Artikel: Study in FreeD, a hybrid tool incorporating digital fabrication with craft.

The Hybrid Artisans: A Case Study in Smart Tools
Amit Zoran, Roy Shilkrot, Suranga Nanyakkara, and Joseph Paradiso
DOI : http://dx.doi.org/10.1145/2617570

ABSTRACT
We present an approach to combining digital fabrication and craft, demonstrating a hybrid interaction
paradigm where human and machine work in synergy. The FreeD is a hand-held digital milling device, monitored by a computer while preserving the makers freedom to manipulate the work in many creative ways. Relying on a pre-designed 3D model, the computer gets into action only when the milling bit risks the objects integrity, preventing damage by slowing down the spindle speed, while the rest of the time it allows complete gestural freedom. We present the technology and explore several interaction methodologies for carving. In addition, we present a user study that reveals how synergetic cooperation between human and machine preserves the expressiveness of manual practice. This quality of the hybrid territory evolves into design personalization. We conclude on the creative potential of open-ended procedures within this hybrid interactive territory of manual smart tools and devices.

Mirza Rakhmadianti (G64120056)

Teknologi produksi digital telah mengubah banyak kedisiplinan dalam beberapa tahun ini. Designers pada era sekarang dapat dengan mudah membuat, unduh atau modifikasi sebuah model Computer-aided design (CAD). Dalam pengembangan teknologi manufaktur baru, insinyur mencari solusi paling optimal dalam mengurangi proses pembuatan sampai hanya ada beberapa parameter saja dan memisah desain dari proses pembuatan. Teknologi Manufacture yang berkembang akan mendorong tumbuhnya kualitas kemudahan penggunaan, aksesibilitas, proliferasi, dan keefektifan. Namun pada sisi kreativitas pada pembuatan menjadi hilang sebab pembuatan desain yang baru bukanlah fokus dari produksi digital. Namun kerajinan sebenarnya merupakan elemen yang penting karena kerajinan memberikan keunikan pada produk akhir dan memberikan rasa kepuasan tersendiri. Maka dari itu, barang-barang yang dibuat dengan tangan sangat unik dan membawa perasaan tersendiri.
Riset yang dilakukan lebih difokuskan pada penyilangan antara produksi digital dengan pengalaman kerajinan. Dengan pengerjaan ini, perancang (designer) dapat berhadapan langsung dengan material fisik dan bukan hanya di lingkungan CAD. Tujuannya adalah untuk  meminimalisir resiko pembuatan dengan menggunakan kontol digital dan automasi taraf kecil serta memperkenankan interaksi otentik langsung dengan material mentah untuk mendapatkan hasil yang unik. FreeD adalah sebuah mesin penggiling yang dikontrol secara digital dan dapat dipegang dengan satu tangan. FreeD memanfaatkan kemampuan desain 3D dari CAD sementara menjaga keterlibatan pengguna pada proses penggilingan. Komputer memonitor lokasi 3D sementara mempertahankan kebebasan gerik pembuat. Dengan alat ini, pengguna dapat bebas membentuk produk selama proses penggilingan berlangsung. FreeD juga memperkenankan pengguna melakukan modifikasi desain produk secara manual ataupun komputasi saat proses produksi atau fabrikasi berlangsung.
Dalam penggunaan FreeD, user hanya perlu berdiri di depan material mentah (dalam  balsa foam) yang melekat pada sebuah meja kayu. Daerah pengerjaan  fisik dikalibrasikan dalam daerah kerja virtual. Pengguna dapat dengan bebas memeriksan segala pendekatan penggilingan seperti ekstrusi garis, pengeboran lubang, pemotongan permukaan, atau menggunakan arbitrary pattern. Komputer melambatkan poros mesin saat alat mendekati model material, berhenti tepat sebelum alat menyentuh model virtual. Pengguna dapat memotong pada bagian-bagian model virtual sesuka hati, baik membiarkan beberapa hal atau meninggalkan model belum komplit, bahkan sampai menimpa kerjaan lama di komputer, semua dengan menggunakan sensor tekanan.
Telah dilakukan uji coba FreeD untuk produksi tujuh belas artefak komplit, ditambah dengan beberapa sketsa 3D dan pahatan pada tahap awal. Semua barang yang diuji dalam bentuk balsa foam sebab produksi dengan lilin memerlukan waktu sepuluh kali lebih lama dibandingkan dengan balsa foam. Akurasi pembentukan permukaan bergantung pada frame rate, kecepatan pergerakan alat, dan kepadatan material. Hasil yang didapat yaitu karena bagian alat yang kecil, FreeD gagal dalam memuluskan pojok material yang tajam. FreeD akan sulit dilakukan dalam pengerjaan projek secara bersama-sama (collaborative).
Lima peserta telah diajak untuk menjadi objek studi kasus pengguna. Guna studi kasus pengguna yaitu untuk mendemonstrasikan kepentingan daerah produksi atau fabrikasi. Lima peserta yang dipilih ini sudah memiliki latar belakang yang kuat dengan komputer (kemampuan CAD). Pemilihan ini dilakukan untuk mengevaluasi FreeD sebagai alat pemberi dukungan untuk pengguna komputer dan bukan merupakan sebuah teknologi untuk pengrajin tradisional. Lima peserta ini diberikan lima material dengan model kucing virtual yang sudah di pra-potong sampai sedemikian rupa sebelum para peserta mulai mengerjakan model tersebut.
Peserta pertama, Jennifer Jacobs mengatakan bahwa FreeD dianggap sebagai alat menggambar sebab ia dapat mengikuti garis lalu melakukan beberapa modifikasi pada permukaan model kucing. Untuk peserta kedua, Tamar Rucham lebih memfokuskan pada pemulusan pada bagian kepala dan badan kucing sebab pengalamannya sebagai penghalus perhiasan. Peserta ketiga, Santiago Alfaro memakan waktu yang lama sebab ia banyak bereksperimen dengan teknik pemahatan berbeda-beda. Santiago akhirnya mengubah metode menjadi melubangi dengan sebuah pola untuk memperlihatkan model sambil hati-hati agar tidak terjadi kecelakaan pengeboran. Peserta keempat, Peter Schmitt memiliki latar belakang sebagai pengrajin tradisional sebelum akhirnya beralih ke produksi digital. Peter menghabiskan waktu  membentuk setengah sisi dari kucing sebab ia ingin memperlihatkan proses pembuatan kucingnya. Peserta terakhir, Marco memiliki pengalaman yang banyak sebagai pengrajin biola dan cello tradisional. Waktu yang ia butuhkan untuk membuat kucing adalah waktu tercepat dari kelima peserta karena pengalaman pengrajinnya. Marco tidak menolak keberadaan mesin otomatis selama proses pemahatan masih dilakukan secara manual.
Studi kasus ini menjelaskan proses pembelajaran menggunakan alat virtual seperti FreeD serta mendemonstrasikan bagaimana interpretasi subjektif dapat membentuk sebuah produk. Studi kasus mendukung hipotesis mereka yaitu pembuat dapat memasukkan persona masing-masing pada pemahatan model orisinil yang kemudian menghasilkan produk yang berbeda-beda. Untuk pengembangan studi ini, disarankan sistem interaksi hibrida akan bermanfaat untuk proses open-ended sehingga pembuat dapat menguraikan banyaknya kontrol komputasi yang digunakan. Investigasi juga seharusnya memikirkan pemula yang memerlukan arahan untuk menyelesaikan tugas sesuai model awal sambil mengembangkan tekniknya sendiri. Penulis percaya bahwa teknologi kolaborasi yang diperlihatkan memiliki potensi untuk memberikan alterasi paradigme dari proses fabrikasi kontemporer.

3 comments:

  1. Aplikasinya sangat bagus,
    sebelumnya saya pikir teknologi seperti ini hanya ada di film science fiksi,
    tapi dari penelitian ini , kita bisa melihat rancangan desain UX untuk FreeD,
    aplikasi ini akan sangat berguna di masa yang akan datang,
    Review yang sangat bagus.. (Y)

    ReplyDelete
  2. Perkembangan teknologi yang cukup unik yang diterapkan pada bidang yang unik pula o.O

    ReplyDelete