The Hybrid
Artisans: A Case Study in Smart Tools
Amit Zoran,
Roy Shilkrot, Suranga Nanyakkara, and Joseph Paradiso
DOI : http://dx.doi.org/10.1145/2617570
ABSTRACT
We present an approach to
combining digital fabrication and craft, demonstrating a hybrid interaction
paradigm where human and
machine work in synergy. The FreeD is a hand-held digital milling device, monitored by a computer
while preserving the makers freedom to manipulate the work in many creative ways. Relying on a
pre-designed 3D model, the computer gets into action only when the milling bit
risks the objects integrity,
preventing damage by slowing down the spindle speed, while the rest of the time
it allows complete gestural freedom.
We present the technology and explore several interaction methodologies for carving. In addition, we
present a user study that reveals how synergetic cooperation between human and machine preserves the
expressiveness of manual practice. This quality of the hybrid territory evolves
into design personalization. We
conclude on the creative potential of open-ended procedures within this hybrid interactive territory of manual smart tools and
devices.
Mirza
Rakhmadianti (G64120056)
Teknologi produksi
digital telah mengubah banyak kedisiplinan dalam beberapa tahun ini. Designers pada
era sekarang dapat dengan mudah membuat, unduh atau modifikasi sebuah model Computer-aided design (CAD). Dalam
pengembangan teknologi manufaktur baru, insinyur mencari solusi paling optimal
dalam mengurangi proses pembuatan sampai hanya ada beberapa parameter saja dan
memisah desain dari proses pembuatan. Teknologi Manufacture yang berkembang akan mendorong tumbuhnya kualitas
kemudahan penggunaan, aksesibilitas, proliferasi, dan keefektifan. Namun pada
sisi kreativitas pada pembuatan menjadi hilang sebab pembuatan desain yang baru
bukanlah fokus dari produksi digital. Namun kerajinan sebenarnya merupakan
elemen yang penting karena kerajinan memberikan keunikan pada produk akhir dan
memberikan rasa kepuasan tersendiri. Maka dari itu, barang-barang yang dibuat
dengan tangan sangat unik dan membawa perasaan tersendiri.
Riset yang dilakukan
lebih difokuskan pada penyilangan antara produksi digital dengan pengalaman
kerajinan. Dengan pengerjaan ini, perancang (designer) dapat berhadapan langsung dengan material fisik dan bukan
hanya di lingkungan CAD. Tujuannya adalah untuk
meminimalisir resiko pembuatan dengan menggunakan kontol digital dan
automasi taraf kecil serta memperkenankan interaksi otentik langsung dengan material
mentah untuk mendapatkan hasil yang unik. FreeD adalah sebuah mesin penggiling
yang dikontrol secara digital dan dapat dipegang dengan satu tangan. FreeD
memanfaatkan kemampuan desain 3D dari CAD sementara menjaga keterlibatan
pengguna pada proses penggilingan. Komputer memonitor lokasi 3D sementara
mempertahankan kebebasan gerik pembuat. Dengan alat ini, pengguna dapat bebas
membentuk produk selama proses penggilingan berlangsung. FreeD juga
memperkenankan pengguna melakukan modifikasi desain produk secara manual
ataupun komputasi saat proses produksi atau fabrikasi berlangsung.
Dalam penggunaan
FreeD, user hanya perlu berdiri di depan material mentah (dalam balsa
foam) yang melekat pada sebuah meja kayu. Daerah pengerjaan fisik dikalibrasikan dalam daerah kerja
virtual. Pengguna dapat dengan bebas memeriksan segala pendekatan penggilingan
seperti ekstrusi garis, pengeboran lubang, pemotongan permukaan, atau
menggunakan arbitrary pattern.
Komputer melambatkan poros mesin saat alat mendekati model material, berhenti
tepat sebelum alat menyentuh model virtual. Pengguna dapat memotong pada
bagian-bagian model virtual sesuka hati, baik membiarkan beberapa hal atau
meninggalkan model belum komplit, bahkan sampai menimpa kerjaan lama di
komputer, semua dengan menggunakan sensor tekanan.
Telah dilakukan uji
coba FreeD untuk produksi tujuh belas artefak komplit, ditambah dengan beberapa
sketsa 3D dan pahatan pada tahap awal. Semua barang yang diuji dalam bentuk balsa foam sebab produksi dengan lilin
memerlukan waktu sepuluh kali lebih lama dibandingkan dengan balsa foam. Akurasi pembentukan
permukaan bergantung pada frame rate, kecepatan
pergerakan alat, dan kepadatan material. Hasil yang didapat yaitu karena bagian
alat yang kecil, FreeD gagal dalam memuluskan pojok material yang tajam. FreeD
akan sulit dilakukan dalam pengerjaan projek secara bersama-sama (collaborative).
Lima peserta telah
diajak untuk menjadi objek studi kasus pengguna. Guna studi kasus pengguna
yaitu untuk mendemonstrasikan kepentingan daerah produksi atau fabrikasi. Lima
peserta yang dipilih ini sudah memiliki latar belakang yang kuat dengan komputer
(kemampuan CAD). Pemilihan ini dilakukan untuk mengevaluasi FreeD sebagai alat pemberi
dukungan untuk pengguna komputer dan bukan merupakan sebuah teknologi untuk
pengrajin tradisional. Lima peserta ini diberikan lima material dengan model kucing
virtual yang sudah di pra-potong sampai sedemikian rupa sebelum para peserta
mulai mengerjakan model tersebut.
Peserta pertama,
Jennifer Jacobs mengatakan bahwa FreeD dianggap sebagai alat menggambar sebab
ia dapat mengikuti garis lalu melakukan beberapa modifikasi pada permukaan model
kucing. Untuk peserta kedua, Tamar Rucham lebih memfokuskan pada pemulusan pada
bagian kepala dan badan kucing sebab pengalamannya sebagai penghalus perhiasan.
Peserta ketiga, Santiago Alfaro memakan waktu yang lama sebab ia banyak
bereksperimen dengan teknik pemahatan berbeda-beda. Santiago akhirnya mengubah
metode menjadi melubangi dengan sebuah pola untuk memperlihatkan model sambil
hati-hati agar tidak terjadi kecelakaan pengeboran. Peserta keempat, Peter
Schmitt memiliki latar belakang sebagai pengrajin tradisional sebelum akhirnya
beralih ke produksi digital. Peter menghabiskan waktu membentuk setengah sisi dari kucing sebab ia
ingin memperlihatkan proses pembuatan kucingnya. Peserta terakhir, Marco memiliki
pengalaman yang banyak sebagai pengrajin biola dan cello tradisional. Waktu
yang ia butuhkan untuk membuat kucing adalah waktu tercepat dari kelima peserta
karena pengalaman pengrajinnya. Marco tidak menolak keberadaan mesin otomatis
selama proses pemahatan masih dilakukan secara manual.
Studi kasus ini
menjelaskan proses pembelajaran menggunakan alat virtual seperti FreeD serta
mendemonstrasikan bagaimana interpretasi subjektif dapat membentuk sebuah
produk. Studi kasus mendukung hipotesis mereka yaitu pembuat dapat memasukkan
persona masing-masing pada pemahatan model orisinil yang kemudian menghasilkan
produk yang berbeda-beda. Untuk pengembangan studi ini, disarankan sistem
interaksi hibrida akan bermanfaat untuk proses open-ended sehingga pembuat dapat menguraikan banyaknya kontrol
komputasi yang digunakan. Investigasi juga seharusnya memikirkan pemula yang memerlukan
arahan untuk menyelesaikan tugas sesuai model awal sambil mengembangkan
tekniknya sendiri. Penulis percaya bahwa teknologi kolaborasi yang
diperlihatkan memiliki potensi untuk memberikan alterasi paradigme dari proses
fabrikasi kontemporer.
Aplikasinya sangat bagus,
ReplyDeletesebelumnya saya pikir teknologi seperti ini hanya ada di film science fiksi,
tapi dari penelitian ini , kita bisa melihat rancangan desain UX untuk FreeD,
aplikasi ini akan sangat berguna di masa yang akan datang,
Review yang sangat bagus.. (Y)
Good review&good info juga:)
ReplyDeletePerkembangan teknologi yang cukup unik yang diterapkan pada bidang yang unik pula o.O
ReplyDelete